Articles

Harmoni dalam Indian Zuni

Siapa bilang rasionalisme dan nilai moral kompetitif merupakan satu-satunya jalan untuk mewujudkan kemajuan dan well being masyarakat. Tidak bisa tidak memang kemajuan rasionalisme selama 4 abad terakhir ini membuat dunia menjadi semakin maju, namun sekaligus juga membawa manusia dalam agresi dan pengrusakan yang amat destruktif. Apalagi ketika rasionalisme tadi berkembang menjadi demikian fungsionalis yang berasimilasi dengan pemikiran darwinisme sosial, maka titik tolak nilai moral atas kebaikan hanya dapat didapatkan melalui sistem individualisme kompetitif. Lebih lanjut destruksi yang terjadi di jaman modern (terutama sejak manusia mentahbiskan rasio sebagai titik sentral kehidupan manusia dan individualism kompetitif sebagai sebuah nilai moral) justru tak terbendung dan jauh melebihi kerusakan ketika manusia masih mempercayai tahayul.

courtesy http://antiquephotographics.com

Penggalan cerita suku Zuni dari buku Erich Fromm (akar kekerasan, terjemahan the anatomy of human destructiveness, terbitan pustaka pelajar, halaman 230-234) yang diambil dari penelitian Etnografi Ruth Benedict cukup membuat aku terpesona bahwa manusia pecinta kehidupan dan harmoni spiritualitas itu memang ada dan bukan mitos. Sekaligus aku kemudian menjadi sadar bahwa teori Freud tentang agresi dan libido hanyalah berlaku di era kemesuman Victoria yang banyak menebalkan batas-batas tabu. Sekarang aku menjadi maphum dengan kata-kata J.C. Smuts “When I look at history, I am a pessimist…but when I look at prehistory, I am an optimist.” Simak ringkasan ceritanya.

Indian Zuni telah diteliti oleh Ruth Benedict (1934), Margaret Mead, Irving Goldman, Ruth Bunzel, dll. Suku ini mulai mendiami sejumlah kota pada abad ke 12-13. Suku Zuni tidak meletakkan kekayaan material sebagai hal yang utama dikarenakan yang menjadi tujuan utama mereka adalah spiritualitas. Nilai tertinggi dari kehidupan adalah kehidupan itu sendiri dan bukan obyek-obyek material. Individu yang agresif, kompetitif, dan ingin menonjol biasanya akan dianggap sebagai tipe orang yang aneh. Secara umum keberhasilan individu tidak banyak memperoleh perhatian. Masyarakat Indian Zuni lazim memberikan hadiah kepada anggota yang lain, namun pemberian tidak bertujuan untuk menonjolkan kekayaan, merendahkan si penerima pemberian, serta tidak pula pamrih untuk mendapatkan balasan.

Suku Zuni tidak mengenal adanya praktek penimbunan harta. Meski terdapat individu yang mempunyai materi berlebih, namun harta kekayaan seolah tidak pernah disimpan, dan ini merupakan ciri khas sikap suku tersebut terhadap kekayaan materi. Harta kekayaan tidak pernah bertahan lama dalam satu keluarga. Satu individu bekerja dalam satu keluarga, selanjutnya mereka juga tak berhitung bila hasil kerja anggota keluarga tersebut dihabiskan oleh anggota keluarga lain.  Mereka dengan suka rela meminjamkan barang-barangnya, perhiasaannya, tidak hanya kepada keluarga atau orang yang dekat dengannya, namun kepada siapapun dalam masyarakat tersebut. Mereka mempunyai kepemilikan atas tanah, namun kasus persengketaan atas tanah dapat dikatakan jarang terjadi. Bila kasus terjadi, dengan cepat dapat diselesaikan.

Wanita di suku zuni (courtesy old-picture.com)

Suku Zuni menganut garis keturunan Matrisentrik, sehingga kaum wanitanya sama sekali tidak berkedudukan lebih rendah daripada seorang pria. Mereka memiliki tingkat kecemburuan tertentu pada pasangannya, namun pada pada umumnya kehidupan perkawinan mereka awet, walaupun sebenarnya tidak sulit bagi mereka untuk mengambil keputusan bercerai. Pertengkaran umumnya terjadi karena kecemburuan, namun tidak berhubungan dengan masalah ekonomis dan perebutan obyek-obyek material. Baik wanita dan pria biasanya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, kecuali pemeliharaan biri-biri yang semata dilakukan oleh kaum pria.

Orang yang bertingkah otoriter hanya menjadi bahan lelucon di kalangan mereka. Definisi orang baik adalah orang yang ramah, tidak menang sendiri dan murah hati. Kaum pria dari suku ini juga tidak pernah bertindak keras atau punya maksud menyakiti, bahkan ketika istri mereka tidak lagi setia. Dalam mendidik anak, terkadang anak laki-laki dicambuk dan ditakut-takuti dengan kachina, namun berbeda dengan yang terhadi dalam budaya yang lain, tradisi ini tidak sampai membuat si anak tersiksa. Pembunuhan nyaris tidak pernah terjadi; sebagaimana yang dilaporkan Benedict dari pengamatannya sendiri, tidak pernah ada peringantan untuk mengenang terjadinya pembunuhan. Bunuh diri diharamkan. Tema-tema teror dan pengancaman tidak dikembangkan dalam mitos atau dongeng-dongeng mereka. Urusan seks berikut juga kesuciannya bukan segala-galanya. Seks hanyalah satu hal dalam kehidupan dan kebahagiaan hidup, namun bukan yang paling menentukan. Bahkan pada beberapa kasus terdapat semacam ketakutan dari pria yang berkaitan dengan masalah seks. Pria cenderung kurang berani berhubungan seks dengan wanita.

Selanjutnya silakan googling sendiri ya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*