http://www.fastcoexist.com/3055679/a-dutch-city-is-experimenting-with-giving-away-a-basic-income-of-1000-a-month
Link tersebut menunjukkan eksperimen menarik di kota Utrecht dimana sebagian partisipannya akan mendapat basic income sebesar 900 euro untuk single dewasa atau 1300 euro untuk keluarga walaupun mereka tidak bekerja dimulai pada musim gugur ini. Eksperimen sosial ini akan diikuti dengan eksperimen di 19 kota lainnya di Belanda. Menarik bagaimana mereka membuat policy dengan mendasarkannya pada scientifical experiment berbau psikologi sosial dan ekonomi, yang kita sebut saja sebagai behavioural economy. Pandangannya hanya untuk melihat mana yang lebih efektif antara social security yang sudah diberikan oleh pemerintah atau malah basic income. Hipotesisnya dengan basic income akan membebaskan orang untuk bisa bekerja dengan jam yang lebih fleksible dan voluntary dan dapat membuat mereka lebih meluangkan waktu untuk lebih banyak belajar. Sebagaimana dikatakan oleh De Bour di artikel tersebut. “We think if we let people be free, they’ll be more able to think about things they want to do, like starting a company, or doing jobs with small hours. They’ll be more a part of society…. We think people aren’t lazy. If you give them money, they don’t sit on the couch because they’re social animals. If you give them space to think about they want to do, they will participate more than they want to now.”
Dalam eksperimen ini ada 3 kelompok besar yang akan dibandingkan. Satu kelompok akan mendapat social security –jangan tanya gimana social security di Belanda… josss… ga kalah dengan di Jerman dan Skandinavia– seperti yang ada sekarang plus tambahan pada asuransi kesehatan dan housing. Kelompok kedua akan mendapatkan manfaat berdasarkan sistem insentif dan reward. Kelompok ketiga akan diberikan basic income tanpa manfaat apapun.
Pilot project soal basic Income juga akan akan dilakukan di Finlandia tahun depan. Partisipan project ini akan mendapatkan basic income sekitar 550 euro walaupun penduduknya nganggur. Tujuannya untuk menyederhanakan sistem jaminan sosial yang ada di negaranya. Kita tahu sendiri bagaimana hebatnya jaminan sosial di negara-negara Nordic alias Skandinavia itu yang mencakup tunjangan keluarga, bantuan keuangan mahasiswa, tunjangan bersalin, tunjangan sakit, cash benefit untuk orang tua, penggantian biaya pengobatan, subsidi untuk pengangguran, subsidi pasar tenaga kerja, subsidi perawatan anak, dan pensiun.
Eksperimen yang sama soal basic income pernah dilakukan di Canada di Kota Dauphin di tahun 1974-1978. Sebagaimana dirilis pada laporan yang dikeluarkan oleh Evelyn L. Forget tahun 2011 yang judulnya “The town with no poverty” (baca disini http://public.econ.duke.edu/~erw/197/forget-cea%20%282%29.pdf) bahwa basic income tersebut efeknya cukup signifikan untuk mengurangi kemiskinan dan beberapa permasalahan sosial yang lain, walaupun seperti diprediksi jam kerja menurun, tapi justru kemauan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan meningkat, begitu juga ibu-ibu yang menggunakan kebebasan finansial tersebut untuk fokus pada membesarkan anak.
Hari ini di Swiss juga telah diadakan referendum soal perlunya memberikan basic income pada masyarakatnya. Hasil referendum hari ini orang-orang Swiss lebih memilih untuk mendapat social security sebagaimana yang sudah ada selama ini dibandingkan basic income. Walau pro basic income knock out dalam referendum, namun ini fenomena menarik bagaimana setiap policy ditentukan oleh partisipasi setiap warganya. Sedikit cerita lain soal Swiss di luar soal social security atau basic income, dimana setiap warga disana berhak untuk mengusukan mengganti konstitusi federal, cukup dengan mengumpulkan 100.000 tanda tangan dan kemudian akan diuji publik dengan referendum. Tidak ada namanya represi dan pembubaran massa dan tuduhan anti ideologi hanya dengan melontarkan sebuah ide untuk amandemen UUD.
Balik soal basic income, sulit ini bisa dibayangkan akan terjadi di Indonesia atau bahkan di US (bahkan dalam tataran wacana politik). Social security saja bukan hal yang biasa buat orang US karena negaranya memang sangat kapitalis. Bahkan obamacare yang bicara soal jaminan kesehatan –yang aslinya cuma begitu doang kalau dibandingkan jaminan kesehatan di negara-negara Uni Eropa– sudah dianggap kebijakan KIRI dan kontroversial diawal –walau gol juga pada akhirnya. Bernie Sanders yang mengadopsi pendekatan sosialisme demokrat di Skandinavia (e.g. Denmark, Norway, Finland, Sweden, Iceland) pun dituduh Commie alias komunis oleh lawan politik dan pendukung lawan politiknya. Di Indonesia setali tiga uang, bukan cuma soal mental untuk terima penghasilan yang dianggap gaji buta, tapi bahkan wacana soal welfare system melalui social security bisa bubar modar jika ada satu provokator sebut bahwa inisiator policy begituan adalah tanda-tanda kebangkitan Marxisme.
3 Comments